Jumat, 16 September 2011

Perlindungan Anak terhadap Child Trafficking di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOŠÏm§9$# ÇÊÈ
°! ہù=ãB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 4 ß,è=øƒs $tB âä!$t±o 4 Ü=pku `yJÏ9 âä!$t±o $ZW»tRÎ) Ü=ygtƒur `yJÏ9 âä!$t±o uqä.%!$#
kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki.
Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki,

( Q.S. Asy Syuura ayat 49 )

                  Anak-anak merupakan generasi bangsa yang akan datang, kehidupan anak-anak merupakan cermin kehidupan bangsa dan negara. Kehidupan anak-anak yang diwarnai dengan keceriaan merupakan cermin suatu negara memberikan jaminan kepada anak-anak untuk dapat hidup berkembang sesuai dengan dunia anak-anak itu sendiri, sedangkan kehidupan anak-anak yang diwarnai dengan rasa ketakutan, traumatik, sehingga  tidak dapat mengembangkan psiko-sosia anak, merupakan cermin suatu negara yang tidak peduli pada anak-anak sebaga generasi bangsa yang akan datang.
                  Meski Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak Anak dan telah mengeluarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, secara obyektif yang terjadi di kehidupan anak-anak adalah masih belum teratasinya masalah anak yang terjadi di Indonesia, khususnya lagi kasus child trafficking yang semakin tidak bisa ditolerir dengan akal sehat (the most intolerable forms). Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang menjelaskan child trafficking adalah terdapat pada Pasal 59, Pasal 68, dan yang mengatur  tentang sanksi pidananya adalah Pasal 78, Pasal 83. Dari hal itu semua pada dasarnya Pemerintah telah memperkuat instrumen hukum tentang child trafficking, seperti KILO 182, CRC, Optional Protocol of CRC on sale of Children, Child Prostitution, and Child Pornography.  Namun hal tersebut hingga saat ini isu  child trafficking masih belum memperoleh intervensi yang signifikan.
                  Di sisi lain masa anak-anak merupakan masa yang sangat menentukan untuk terbentuknya kepribadian seseorang. Apabila anak berkembang dengan baik maka itu merupakan harapan yang baik bagi suatu bangsa untuk lebih maju.
                  Oleh karena itu, penulis ingin memberikan hasil penelitian ini agar masyarakat dapat mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi penyebab dan cara apa yang harus dilakukan untuk mencegah child trafficking.
B. Identifikasi Masalah
            1. Pembatasan Masalah
Penulis membatasi masalah pada makalah ini hanya menyangkut “Perlindungan Anak terhadap Child Trafficking di Indonesia.“
2. Perumusan Masalah
              Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.      Apa faktor yang menjadi penyebab child trafficking di Indonesia ?
2.      Apa yang harus dilakukan untuk mencegah child trafficking ?


C. Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui apa faktor yang menjadi penyebab child trafficking di Indonesia.
2.      Untuk mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mencegah child trafficking.
D. Kegunaan Penelitian
            Kegunaan penulisan makalah ini adalah :
1.      Sebagai bahan kajian untuk Mahasiswa dalam mempelajari masalah ini.
2.      Sebagai bahan referensi bagi penulis lain dalam hal penulisan atau penelitian karya ilmiah dengan pokok permasalahan yang sama.
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual
            1. Kerangka Teoritis
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan trafficking sebagai:
                 Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol PBB tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Trafiking terhadap Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas Negara).
          2. Kerangka Konseptual
Dalam Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
1.   Anak  adalah  seseorang  yang  belum  berusia  18  (delapan  belas)  tahun,  termasuk  anak  yang masih dalam kandungan;
2.   Perlindungan  anak  adalah  segala  kegiatan  untuk  menjamin  dan  melindungi  anak  dan hak-haknya agar dapat hidup,  tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi,  secara optimal sesuadengan  harkat  dan martabat  kemanusiaan,  serta mendapat  perlindungan  dari  kekerasan  dan diskriminasi.
F. Metodologi Penulisan
Pembuatan makalah ini menggunakan metodologi kepustakaan, yang dititik beratkan pada pencarian melalui bahan kepustakaan maupun pencarian melalui situs – situs yang bersangkutan. Data – data yang didapatkan untuk membuat makalah ini dihimpun dari literature, buku – buku, jurnal – jurnal, surat kabar – surat kabar,  undang – undang, website dan sebagainya.
G. Lokasi dan Lama Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di beberapa tempat dan lembaga yang terkait dengan penelitian ini di wilayah Jakarta dan lama penelitian ini dilakukan selama 3 bulan.

BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Child Trafficking
        Pada dasarnya child trafficking adalah penggunaan anak yang dilibatkan dalam eksploitasi ekonomi maupun seksual dan lain-lain oleh orang dewasa atau pihak ketiga untuk memperoleh keuntungan dalam bentuk uang maupun bentuk yang lain.
        Dalam kaitannya dengan anak,  elemen “consent” (kerelaan atau persetujuan) tidak diperhitungkan, karena anak tidak memiliki kapasitas legal untuk bisa memberikan (atau menerima) informed consent. Setiap anak, karena umumnya harus dianggap tidak mampu memberikan persetujuan secara sadar terhadap berbagai hal yang dianggap membutuhkan kematangan fisik, mental, sosial, dan moral bagi seseorang untuk bias menentukan pilihannya, oleh karenanya anak adalah korban (victim) dan bukan pelaku kejahatan  (criminal actor).[1]
B. Faktor Penyebab Child Trafficking di Indonesia
          Tidak ada satupun yang merupakan sebab khusus terjadinya trafiking manusia di Indonesia. Trafiking disebabkan oleh keseluruhan hal yang terdiri dari bermacam-macam kondisi serta persoalan yang berbeda-beda. Termasuk kedalamnya adalah :
1.      Kurangnya Kesadaran
        Banyak orang yang bermigrasi untuk mencari kerja baik di Indonesia ataupun di luar negeri tidak mengetahui adanya bahaya trafiking dan tidak mengetahui cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak mereka dalam pekerjaan yang disewenang-wenangkan atau pekerjaan yang mirip perbudakan.
2.      Kemiskinan
        Kemiskinan telah memaksa banyak keluarga untuk merencakanan strategi penopang kehidupan mereka termasuk bermigrasi untuk bekerja dan bekerja karena jeratan hutang, yaitu pekerjaan yang dilakukan seseorang guna membayar hutang atau pinjaman.
3.      Faktor Budaya
a)      Peran Anak dalam Keluarga
        Kepatuhan terhadap orang tua dan kewajiban untuk membantu keluarga membuat anak-anak rentan terhadap trafiking. Buruh/pekerja anak, anak bermigrasi untuk bekerja, dan buruh anak karena jeratan hutang dianggap sebagai strategi-strategi keuangan keluarga yang dapat diterima untuk dapat menopang kehidupan keuangan keluarga.
b)      Perkawinan Dini
        Perkawinan dini mempunyai implikasi yang serius bagi para anak perempuan termasuk bahaya kesehatan, putus sekolah, kesempatan ekonomi yang terbatas, gangguan perkembangan pribadi, dan seringkali, juga perceraian dini. Anak-anak perempuan yang sudah bercerai secara sah dianggap sebagai orang dewasa dan rentan terhadap trafiking disebabkan oleh kerapuhan ekonomi mereka.
4.      Kurangnya Pencatatan Kelahiran
        Orang tanpa pengenal yang memadai lebih mudah menjadi mangsa trafiking karena usia dan kewarganegaraan mereka tidak terdokumentasi. Anak-anak yang ditrafik, misalnya, lebih mudah diwalikan ke orang dewasa manapun yang memintanya.
5.      Kurangnya Pendidikkan
        Orang dengan pendidikan yang terbatas memiliki lebih sedikit keahlian/skill dan kesempatan kerja dan mereka lebih mudah ditrafik karena mereka bermigrasi mencari pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian.
6.      Korupsi & Lemahnya Penegakan Hukum
        Pejabat penegak hukum dan imigrasi yang korup dapat disuap oleh pelaku trafiking untuk tidak mempedulikan kegiatan-kegiatan yang bersifat kriminal. Para pejabat pemerintah dapat juga disuap agar memberikan informasi yang tidak benar pada kartu tanda pengenal (KTP), akte kelahiran, dan paspor yang membuat buruh migran lebih rentan terhadap trafiking karena migrasi ilegal. Kurangnya budget/anggaran dana negara untuk menanggulangi usaha-usaha trafiking menghalangi kemampuan para penegak hukum untuk secara efektif menjerakan dan menuntut pelaku trafiking.
Ada beberapa kriteria anak yang beresiko child trafficking, antara lain :
1.      Anak yang secara sosial – ekonomi dari keluarga miskin – kelompok marginal, baik yang tinggal di pedesaan dan didaerah kumuh perkotaan;
2.      Anak putus sekolah;
3.      Anak korban kekerasan dan perkosaan;
4.      Anak jalanan;
5.      Anak pecandu narkoba;
6.      Anak yatim;
7.      Anak korban penculikkan;
8.      Anak korban bencana alam;
9.      Anak yang berasal dari daerah konfilk.[2]
C. Kasus Child Trafficking yang Terjadi di Indonesia
        Menurut data yang diambil dari Komnas Anak, sejumlah 150 juta orang diperdagangkan dengan mengalirkan sekitar 7 miliar dolar per-tahun. Di Indonesia, perempuan dan anak-anak yang diperdagangkan sekitar 700.000 s/d 1.000.000 orang. Pada tahun 1999, tercatat anak dan perempuan yang diperdagangkan mencapai sekitar 1.718 kasus. Angka ini, pada tahun 2000, tercatat sejumlah 1.683 kasus, dengan berbagai lokasi yang  terdeteksi, seperti Jakarta, Medan, bandung, Padang, Surabaya, Bali dan Makasar.
         Berdasarkan laporan investigasi kalangan NGO di Medan, diungkapkan kasus perdagangan anak yang akan dilacurkan (Child Prostituted) di Dumai, propinsi Riau[3]. Pada laporan Poltabes Balerang, kasus perdagangan perempuan dan anak yang masuk ke Poltabes balerang pada tahun 2003, terdapat 84 kasus dan dapat diselesaikan sebanyak 65 kasus  atau 77,38%.
        Sedangkan pada tahun 2004 sampai bulan mei, terdapat 57 kasus. Sedangkan kondisi Ekploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) di Lingkungan Pariwisata Indonesia sangatlah memprihatinkan, ini dapat dilihat dengan indicator besaran yang dikeluarkan dalam kertas kerja The Government of The Republic of Indonesia yang disampaikan pada Konferensi ESKA II tahun 2001 di Yokohama Jepang, bahwa sekitar 30% atau 40.000 s/d 70.000 Pekerja Seksual Komersial adalah anak dibawah umur. 
        Ini mengindikasikan bahwa kehidupan anak di Indonesia sangat rentan dengan ESKA, apalagi anak-anak yang hidup di lingkungan keluarga miskin, anak terlantar, buruh anak, anak jalanan, maupun anak korban kekerasan, dan lain-lain.  Hal ini dikarenakan anak dalam situasi demikian merupakan seorang korban  dari “mekanisme” berbangsa yang menciptakan kemiskinan, ketidakadilan, pelanggaran hukum – yang didisain dan dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak.[4]
D. Hal yang Harus Dilakukan untuk Mencegah Child Trafficking di Indonesia
Banyak hal yang harus dilakukan didalam mencegah child trafficking, antara lain :
1.      Terus menerus melakukan kampanye guna membangun kesadaran permanen dikalangan masyarakat maupun sektor industri, juga komitmen pemerintah dan penegak hukum guna mendukung perlindungan anak dari child trafficking.
2.      Mewujudkan mekanisme kerjasama dan aksi dalam segenap institusi masyarakat dan lembaga-lembaga usaha yang bisa bersinergi untuk memberikan perlindungan anak dari child trafficking.
3.      Tersedianya mekanisme nasional dan daerah – antara lain dengan cara bersinergi dalam bentuk task force (kelompok kerja) yang bisa langsung bekerja di lapangan secara komprehensif dan terus menerus didalam memberikan perhatian dan penanganan perlindungan anak dari child trafficking.
4.      Perlunya dikeluarkan produk hukum anti trafficking yang pro perlindungan anak dari dari tindak pidana perdagangan anak dan bertujuan untuk perlindungan hukum bagi anak korban child trafficking.
  
BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan         
      Dari uraian pembahasan di atas maka penulis menyimpulkan :
1)      Faktor yang menjadi penyebab child trafficking, antara lain :
a)      Kurangnya kesadaran;
b)      Kemiskinan;
c)      Faktor Budaya;
d)     Kurangnya Pencatatan Kelahiran;
e)      Kurangnya Pendidikkan;
f)       Korupsi dan Lemahnya Penegakkan Hukum.
Sebagaimana telah di uraikan dalam pembahasan.
2)      Hal yang harus dilakukan untuk mencegah child trafficking, antara lain :
a)      Terus menerus melakukan kampanye guna membangun kesadaran permanen dikalangan masyarakat maupun sektor industri, juga komitmen pemerintah dan penegak hukum guna mendukung perlindungan anak dari child trafficking.
b)      Mewujudkan mekanisme kerjasama dan aksi dalam segenap institusi masyarakat dan lembaga-lembaga usaha yang bisa bersinergi untuk memberikan perlindungan anak dari child trafficking.
c)      Tersedianya mekanisme nasional dan daerah – antara lain dengan cara bersinergi dalam bentuk task force (kelompok kerja) yang bisa langsung bekerja di lapangan secara komprehensif dan terus menerus didalam memberikan perhatian dan penanganan perlindungan anak dari child trafficking.
d)     Perlunya dikeluarkan produk hukum anti trafficking yang pro perlindungan anak dari dari tindak pidana perdagangan anak dan bertujuan untuk perlindungan hukum bagi anak korban child trafficking.
B. Saran
        Melindungi anak hari ini, adalah investasi bagi masa depan bangsa. Selain alasan itu, kepemihakan pada anak sudah menjadi esensi kemanusiaan itu sendiri. Karenanya, tindakan paradoks yang  mengeksploitasi anak, secara ekonomi maupun seksual – berada di luar konteks kemanusiaan yang hakiki.  Oleh karenanya penulis selalu mendukung langkah-langkah yang diambil pemerintah dan semua pihak yang mempunyai kepedulian dalam mendukung perlindungan anak dari child trafficking (perdagangan anak).
        Selain mendukung langkah-langkah pemerintah, penulis juga menyarankan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk mendukung pemerintah, misalnya dengan melakukan pengaduan kepada lembaga-lembaga pemerintah maupun lembaga independent apabila melihat atau merasakan adanya child trafficking di sekitar anda.
        Jika Anda mempunyai opini, komentar atau pengaduan yang berhubungan dengan perlindungan anak, silahkan hubungi di :
Komisi Nasional Perlindungan Anak
Alamat        : Jalan TB Simatupang No. 33 Jakarta Timur Indonesia 13760
Telp             : (62-21) 8416157
Fax              : (62-21) 8416158
Website       : http://www.komnaspa.or.id
E-mail         : info@komnaspa.or.id

Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Alamat        : Jln. Teuku Umar No. 10-12 Menteng Jakarta Pusat Indonesia 10350
Telp             : (62-21) 31901446
Fax              : (62-21) 3900833
Website       : http://www.kpai.go.id
E-mail         : pengaduan@kpai.go.id

        Hal ini berarti kita semua telah menciptakan keberlangsungan generasi bangsa dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di masa datang.


Daftar Pustaka

Harian Media Indonesia. 26 Februari 2003. Jakarta
Komisi Nasional Perlindungan Anak.2009. Indonesia dan Masalah Trafficking. Jakarta
Republik Indonesia. Undang-undang Tentang Perlindungan Anak. UU No 23 Tahun 2002. LN    No 109 Tahun 2002





[1] Komisi Nasional Perlindungan Anak. Indonesia dan Masalah Trafficking. http://www.komnaspa.or.id/fakta.asp?p=101. Diaskes 19 Desember 2009. Hal.2.
[2] Ibid., hal.2.
[3] Harian Media Indonesia. 26 Februari 2003. Hal.10.
[4] Komisi Nasional Perlindungan Anak. Op.Cit., hal.4.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar