Jumat, 02 Maret 2012

Inilah Alasan Pencurian di Bawah Rp 2,5 Juta Tidak Perlu Ditahan

Jakarta Mahkamah Agung (MA) membuat terobosan hukum terkait pencurian dengan kerugian di bawah Rp 2,5 juta. Yaitu pelaku maksimal dihukum 3 bulan penjara, hakim tidak bisa menahan dan masuk sebagai tindak pidana ringan (tipiring). Lantas apa alasannya?

"Sebab aturan Pasal 364 KUHP sudah tidak sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat. Di situ disebut minimal kerugian Rp 250. Itu batasan pada tahun 1960," kata Ketua Badan Pengurus Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju, pada detikcom, Selasa (28/2/2012). ICJR adalah lembaga yang ikut menggodok lahirnya Perma tersebut.

Anggara menilai kerugian dalam tindak pidana ringan sebesar Rp 250 sebagaimana diatur dengan Perpu No 16/ 1960 sudah tidak sesuai lagi dengan nilai barang dan situasi sosial ekonomi masyarakat. Apalagi belakangan terakhir muncul kasus pencurian sandal jepit oleh AAL, pencurian 6 piring oleh Rasminah dan pencurian buah kakao oleh Nenek Minah.

"Banyak ketidaksesuaian itu berakibat pada maraknya kasus-kasus yang sebenarnya tergolong tindak pidana ringan namun diperlakukan sebagai tindak pidana biasa. Sehingga para tersangka tersebut ditahan dan diadili berdasarkan ketentuan Acara Biasa sebagaimana diatur dalam KUHAP," paparnya.

Alasan selanjutnya, saat ini terdakwa pencurian kecil memenuhi rumah tahanan (rutan). Kasus pencurian ini masuk dalam 5 jenis tindak pindana pengisi terbanyak rutan di Indonesia.

"Pemerintah sering mengeluh jika rutan penuh dengan tahanan. Salah satunya pencurian dengan kerugian kecil," papar Anggara memberikan alasan.

Seperti diketahui, KUHP diberlakukan pada tahun 1856 di zaman kolonial Hindia Belanda. Saat itu kerugian di bawah Rp 25 dianggap sebagai tindak pidana ringan. Seiring zaman, pada 1960 diubah menjadi maksimal Rp 250 rupiah. Kini setelah 50 tahun berubah menjadi Rp 2,5 juta. (detikNews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar