BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sudah 50
tahun usia Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 Tahun 1960. Namun selama
kurun waktu itu pula persoalan sengketa tanah mengenai hak Milik tak pernah
reda. Masalah tanah bagi manusia tidak ada habis-habisnya karena mempunyai arti
yang amat penting dalam penghidupan dan hidup manusia sebab tanah bukan saja
sebagai tempat berdiam juga tempat bertani, lalu lintas, perjanjian dan pada
akhirnya tempat manusia berkubur.
Sebagaimana diketahui sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria
berlaku bersamaan dua perangkat hukum tanah di Indonesia (dualisme). Satu
bersumber pada hukum adat disebut hukum tanah adat dan yang lain bersumber pada
hukum barat disebut hukum tanah Barat. Dengan berlakunya hukum agraria yang
bersifat nasional (UU No. 5 Tahun 1960) maka terhadap tanah-tanah dengan hak
barat maupun tanah-tanah dengan hak adat harus dicarikan padanannya di dalam
UUPA. Untuk dapat masuk ke dalam sisem dari UUPA diselesaikan dengan melalui
lembaga konversi.
Konversi
adalah pengaturan dari hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA untuk
masuk sistem dalam dari UUPA .[1]
Secara
akademis dapat dikemukakan bahwa penyebab terjadinya konflik di bidang
pertanahan antara lain adalah keterbatasan ketersediaan tanah, ketimpangan
dalam struktur penguasaan tanah, ketiadaan persepsi yang sama antara sesama
pengelola negara mengenai makna penguasaan tanah oleh negara, inkonsistensi,
dan ketidaksinkronisasian. Ini baik secara vertikal maupun secara horizontal
peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan tanah, praktek-praktek
manipulasi dalam perolehan tanah pada masa lalu dan di era reformasi muncul
kembali gugatan, dualisme kewenangan (pusat-daerah) tentang urusan pertanahan
serta ketidakjelasan mengenai kedudukan hak ulayat dan masyarakat hukum adat
dalam sistem perundang-undangan agraria.
Di satu
pihak masyarakat masih tetap menggunakan hukum adat sebagai sandaran peraturan
pertanahan dan diakui oleh komunitasnya, akan tetapi di lain pihak, hukum
agraria nasional belum sepenuhnya mengakui validitas hukum adat tersebut.
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari
kerangka dasar berfikir sebagaimana diuraikan pada bagian latar belakang, maka
permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah prosedur pendaftaran tanah ?
2.
Bagaimana proses pendaftaran tanah pertama
kali ?
3.
Bagaimana penyelenggaraan dan pelaksanaan
pendaftaran tanah ?
C.
Kerangka Pemikiran
1. Kerangka
Teori
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1994) tanah adalah :
a)
Permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas
sekali;
b)
Keadaan bumi di suatu tempat;
c)
Permukaan bumi yang diberi batas;
d)
Bahan-bahan dari bumi, bumi sebagai bahan
sesuatu (pasir, cadas, napal dan sebagainya).
Menurut
Satjipto Rahardjo (1986: 78), hak
adalah pengalokasian suatu kekuasaan kepada seseorang untuk bertindak dalam
kerangka melindungi kepentingan-kepentingan tertentu. Dengan demikian tidak
setiap kekusaan dalam masyarakat itu dapat disebut hak, melainkan hanya
kekuasaan tertentu saja, yaitu yang dapat diberikan oleh hukum kepada
seseorang.
Menurut Rusmadi
Murad, pengertian sengketa tanah atau dapat juga dikatakan sebagai sengketa
hak atas tanah, yaitu :
Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan
sesuatu pihak (orang atau badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan
hak atas tanah, baik terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya
dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan
ketentuan peraturan yang berlaku.
2. Kerangka
Konseptual
Dalam Pasal 1 PP No. 24 tahun 1997 :
Pendaftaran tanah
adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan pengolahan, pembukuan dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan
daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk
pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada
haknya dan hak milik atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.[2]
Pendaftaran tanah untuk pertama kali
adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran
tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961
tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini.
Pendaftaran tanah secara sistematik
adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara
serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam
wilayah atau bagian
wilayah suatu desa/kelurahan.
Pendaftaran tanah secara sporadik
adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa
obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan
secara individual atau massal.
Dalam Hukum Tanah kata sebutan “tanah’ dipakai dalam arti
yuridis, sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh UUPA.
Dalam Pasal 4 dinyatakan, bahwa Atas
dasar hak menguasai dari Negara… ditentukan adanya macam-macam hak atas
permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai
oleh orang-orang…
Dengan
demikian jelaslah, bahwa tanah dalam
pengertian yuridis adalah permukaan bumi
(ayat 1). Sedang hak atas tanah adalah
hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi dua dengan
ukuran panjang dan lebar.[3]
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Prosedur Pendaftaran
Tanah
Dalam
pembangunan jangka panjang kedua peranan tanah bagi pemenuhan berbagai
keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan
usaha. Sehubungan dengan itu akan meningkat pula kebutuhan akan dukungan berupa
jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan. Pemberian jaminan kepastian hukum
dibidang pertanahan, pertama-tama memerlukan tersedianya perangkat hukum yang
tertulis, lengkap dan jelas, yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan
jiwa isi ketentuan-ketentuanya. Selain itu dalam menghadapi kasus-kasus
kongkret diperlukan juga terselenggaranya pendaftaran tanah, yang memungkinkan
bagi para para pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikan haknya
atas tanah yang dikuasainya, dan bagi para pemegang hak yang berkepentingan,
seperti calon pembeli dan calon kreditor, untuk memperoleh keterangan yang
diperlukan mengenai tanah yang menjadi objek perbuatan hukum yang akan
dilakukan, serta bagi pemerintah untuk melaksanakan kebijaksanaan pertanahanya.
Sehubungan dengan itu Undang-Undang Pokok Agraria memerintahkan di
selenggarakanya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum.
Pada
tanggal 8 Juli 1997 ditetapkan dan diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 24
tahun1997 tentang pendaftaran tanah menggantikan Peraturan Pemerintah nomor 10
Tahun 1961 yang sejak tahun 1961 mengatur pelaksanaan pendaftaran tanah
sebagaimana diperintahkan oleh Pasal 19 Undang-Undang pokok Agraria.
Menurut
Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 Pasal 1, Pendaftaran Tanah adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan, dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan,
penyajian, serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta
dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk
pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada
haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya.
Dalam
pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi pendaftaran tanah untuk pertama kali dan
pemeliharaan data pendaftaran tanah Pasal 11. Adapun pengertian pendaftaran
tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan
secara serentak terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
Pendaftaran
pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan
pendaftaran tanah secara sporadik.
Pendaftaran
tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang
belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan.
Pendaftaran tanah secara sistematik diselenggarakan atas prakarsa Pemerintah
berdasarkan pada suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta
dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Mentri Negara Agraria atau
Kepala Badan Pertanahan Nasional. Dalam hal suatu desa atau kelurahan belum
ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran secara sistematik, pendaftarannya
dilakukan melalui pendaftaran tanah secara sporadik.
Pendaftaran
tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian
wilayah suatu desa atau kelurahan secara individual atau massal. Pendaftaran
tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan,
yaitu pihak yang berhak atas objek pendaftaran tanah yang bersangkutan atau
kuasanya.
Dalam
mengajukan permohonan pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik asal tanah
adat atau yasan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon adalah sebagai
berikut menurut Peraturan Menteri Negara Agraria nomor 3 tahun 1997 standar
prosedur operasi pengaturan dan pelayanan (SPOPP) :
1)
Bagi
tanah bekas milik adat yang mempunyai surat tanda bukti pemilikan
a)
Asli
tanda pemilikan tanah yang dimohon antara lain Petuk, Girik, Ketitir, Pipil, Verponding
Indonesia sebelum berlakunya UUPA No. 5 Tahun 1960.
b)
Surat
tanda perolehan tanah tersebut didapat secara berurut (jual beli, hibah,
warisan).
c)
Surat
keterangan kepala desa atau lurah tentang riwayat tanah tersebut.
d)
Surat
pernyataan tidak dalam sengketa dari pemilik.
e)
Foto
copy KTP pemohon (jual beli, warisan, hibah).
f)
Pelunasan
SPPT PBB terakhir
g)
Bukti
pelunasan bukti BPHTB apabila perolehan tanah setelah tanggal 1 Januari 1998.
h)
Bukti
pelunasan PPH.
2)
Bagi
tanah bekas milik adat yang tidak mempunyai surat tanda bukti pemilikan
a)
Surat
pernyataan bahwa pemohon telah menguasai secara nyata tanah yang bersangkutan
selama 20 tahan atau lebih secara berturut-turut atau telah memperoleh
pengawasan dari pihak-pihak yang telah menguasainya sehingga waktu penguasaan
pemohon dan pendahulunya tersebut berjumlah 20 tahun atau lebih.
b)
Surat
perolehan tanah.
c)
Surat
pernyataan bahwa penguasaan tanah itu telah dilakukan dengan itikad baik.
d)
Surat
pernyataan bahwa penguasaan tanah itu tidak pernah diganggu gugat diakui dan
dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa atau kelurahan yang
bersangkutan.
e)
Surat
pernyataan bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa.
f)
Surat
pernyataan, apabila pernyataan tersebut memuat hal-hal yang tidak sesuai dengan
kenyataan, penandatanganan bersedia dituntut dimuka hakim secara pidana maupun
perdata apabila memberikan keterangan palsu.
g)
Surat
keteranagan dari kepala desa atau lurah dan sekurang kurangnya dua orrang saksi
yang kesaksianya dapat dipercaya, karena fungsinya sebagai ketua adat setempat
atau penduduk yang sudah lama bertempat tinggal didesa atau lurah letak tanah
yang bersangkutan, dan tidak mempunyai hubungan keluarga dengan pemohon sampai
derajat kedua baik dalam keberatan fertikal maupun horizontal.
h)
Foto
copy pemohon.
i)
Bukti
pelunasan SPPT PBB terakhir.
j)
Bukti
pelunasan BPHTB, apabila perolehan tanah setelah tanggal 1 Januari 1998
k)
Bukti
pelunasan PPH
B. Proses Pendaftaran Tanah
Pertama Kali
1)
Pengumpulan data dan pengolahan data fisik. Untuk keperluan pengumpulan dan
pengelolaan data fisik perlu dilakukan pengukuran dan pemetaan agar dapat
diketahui letak, batas dan luas tanah tersebut. Kegiatan pengukuran dan
pemetaan meliputi :
a)
Pembuatan
peta dasar pendaftaran
(1) Di wilayah-wilayah yang belum ditunjuk sebagai
wilayah pendaftaran tanah secara sistematik oleh Badan Pertanahan Nasional
diusahakan tersedianya peta dasar pendaftaran untuk keperluan pendaftaran tanah
secara sporadik.
(2) Untuk keperluan pembuatan Peta Dasar Pendaftaran
Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan pemasangan, pengukuran, pemetaan dan
pemetaan, pemeliharaan titik dasar teknikdisetiap Kabupaten atau Kota..
(3) Pengukuran untuk pembuatan peta dasar pendaftaran
sebagaimana dimaksud diatas diikatkan dengan titik dasar teknik sebagai dasar
kerangkanya.
(4) Jika disuatu daerah tidak ada atau belum ada titik
dasar teknik sebagaimana dimaksud di atas, dalam melaksanakan pengukuran untuk
pembuatan Peta Dasar Pendaftaran dapat digunakan titik dasar teknik lokal yang
bersifat sementara, yang kemudian diikatkan menjadi titik dasar teknik
nasional.
(5) Peta Dasar Pendaftaran menjadi dasar untuk pembuatan
Peta Pendaftaran.
b)
Penetapan
batas-batas bidang tanah
(1) Untuk memperoleh data yang diperlukan bagi
pendaftaran tanah, bidang-bidang tanah yang akan dipetakan diukur setelah
ditetapkan tanda batas disetiap sudut bidang tanah yang bersangkutan.
(2) Dalam penetapan batas-batas bidang tanah pada
pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik
diupayakan penataan batas berdasarkan kesepakatan para pihak yang
berkepentingan.
(3) Penempatan tanda-tanda batas termasuk
pemeliharaannya, wajib dilakukan oleh pemegang hak atas tanh yang bersangkutan.
(4) Bentuk ukuran dan teknis penempatan tanda batas
ditetapkan oleh mentri.
(5) Penetapan batas bidang tanah yang sudah dipunyai
dengan suatu hak yang belum terdaftar atau yang sudah terdaftar tetapi belum
ada surat ukur atau gambar situasinya atau surat ukur dan gambar situasinya
tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dilakukan oleh Panitia Ajudikasi
dalam pendaftaran tanah secara sistematik, atau oleh Kepala Kantor Pertanahan
dalam pendaftaran tanah secara sporadik. Berdasarkan penunjukan batas oleh
pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin disetujui oleh
para pemegang hak atas tanah yang berbatasan, persetujuannya dituangkan dalam
suatu berita acara yang ditandatangani oleh mereka yang memberikan persetujuan.
Bentuk berita acara ditetapkan oleh mentri.
(6) Jika dalam penetapan batas bidang tanah tidak
diperoleh kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dengan yang berbatasan,
pengukuran bidang tanahnya diupayakan untuk sementara dilakukan berdasarkan
batas-batas menurut kenyataannya merupakan batas-batas bidang tanah yang
bersangkutan.
(7) Jika dalam waktu yang telah ditentukan pemegang hak
atas tanah yang bersangkutan atau yang berbatasan tidak hadir setelah dilakukan
pemanggilan, pengukuran bidang tanahnya untuk sementara dilakukan sesuai dengan
ketentuan diatas.
(8) Dalam gambar ukur sebagai hasil pengukuran sementara
dibubuhkan catatan atau tanda yang menunjukkan bahwa batas-batas bidang tanah
tersebut baru yang merupakan batas-batas sementara.
(9) Dalam hal telah diperoleh kesepakatan melalui
musyawarah mengenai batas-batas yang dimaksudkan atau diperoleh kepastiannya
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
diadakan penyesuaian terhadap data yang ada peta pendaftaran yang bersangkutan.
c) Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang
tanah dan pembuatan peta pendaftaran.
(1) Bidang-bidang tanah yang sudah ditetapkan
batas-batasnya diukur dan selanjutnya dipetakan dalam peta dasar pendaftaran.
(2) Jika dalam wilayah pendaftaran tanah secara sporadik
yang belum ada peta pendaftaran, dapat digunakan peta lain sepanjang peta
tersebut memenuhi syarat untuk pembuatan Peta Dasar Pendaftaran.
(3) Jika dalam wilayah tersebut belum tersedia Peta Dasar
Pendaftaran maupun peta lainnya, pembuatan Peta Dasar Pendaftaran dilakukan
bersama dengan pengukuran dan pemetaan bidang tanah yang bersangkutan.
(4) Keterangan lebih lanjut mengenai pengukuran dan
pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan Peta Dasar Pendaftaran ditetapkan
oleh menteri.
d)
Pembuatan
daftar tanah
(1) Bidang-bidang tanah yang sudah ditetapkan atau
dibubuhkan nomor pendaftarannya pada peta pendaftaran dibukukan dalam daftar
tanah.
(2) Bentuk, isi, cara pengisian, penyimpanan dan
pemeliharaan surat ukur ditetapkan oleh menteri.
e)
Pembuatan
surat ukur.
(1) Bagi bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan dan Tanah
Wakaf yang sudah diukur serta dipetakan dalam peta pendaftaran, dibuatkan surat
ukur untuk keperluan pendaftaran haknya.
(2) Untuk wilayah-wilayah pendaftaran tanah secara
sporadik yang belum tersedia peta pendaftaran, surat ukur dibuat dari hasil
pengukuran
(3) Bentuk, isi, cara pengisian, penyimpanan dan
pemeliharaan surat ukur ditetapkan oleh mentri.
2) Pembuktian Hak dan Pembukuannya Pembuktian hak
meliputi hak baru dan pembuktian hak lama.
a) Pembuktian
Hak Baru
Untuk
keperluan pendaftaran hak diperlukan :
(1) Hak atas tanah baru dibuktikan dengan :
(a)
Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang
bersangkutan menurut yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari
tanah negara.
(b)
Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik
kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan
hak pakai atas tanah hak milik.
(2) Hak Pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian
Hak Pengelolaan oleh pejabat yang berwenang.
(3) Tanah Wakaf dibuktikan dengan Akta Ikrar Wakaf.
(4) Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dibuktikan dengan
Akta Pemisahan.
(5) Pemberian Hak Tanggungan dibuktikan dengan Akta
Pemberian Hak Tanggungan.
b) Pembuktian
Hak Lama.
(1) Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang
berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat bukti mengenai adanya
hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan
yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam
pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam
pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftarkan hak,
pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.
(2) Dalam hal tidak lagi tersedianya secara lengkap
alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud di atas pembukuan hak dapat dilakukan
berdasarkan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 tahun
atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran tanah dan pendahulu-pendahulunya
dengan syarat yaitu :
(a)
Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang
bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian
orang yang dapat dipercaya.
(b)
Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman tidak dipermasalahkan
oleh masyarakat hukum adat atau desa atau kelurahan yang bersangkutan ataupun
pihak lainnya.
(3) Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti dilakukan
pengumpulan dan penelitian data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan
oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala
Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.
(4) Hasil penelitian alat bukti dituangkan dalam daftar
isian yang ditetapkan oleh mentri.
(5) Daftar isian beserta peta bidang atau bidang-bidang
tanah yang bersangkutan sebagai hasil pengukuran diumumkan selama 30 hari dalam
pendaftaran tanah secara sistematik atau 60 hari dalam pendaftaran tanah secara
sporadik, hal ini dilakukan untuk memberi kesempatan kepada pihak yang
berkepentingan mengajukan keberatan.
(6) Pengumuman dilakukan di Kantor Panitia ajudikasi dan
Kantor Kepala Desa atau Kelurahan letak tanah yang bersangkutan dalam
pendaftaran tanah secara sporadik seta di tempat lain yang dianggap perlu.
(7) Selain pengumuman dalam hal pendaftaran tanah secara
sporadik dilakukan secara individual, pengumuman juga dapat dilakukan melalui
media massa.
(8) Jika dalam jangka waktu pengumuman ada yang
mengajukan keberatan mengenai data fisik dan atau data yuridis yang diumumkan,
oleh Panitia Ajudikasi untuk pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala
Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik mengusahakan agar
secepatnya keberatan yang diajukan diselesaikan dengan musyawarah untu mufakat.
(9) Jika usaha penyelesaian secara musyawarah untuk
mufakat membawa hasil maka dibuatkan berita acara penyelesaian dan jika
penyelesaian yang dimaksud mengakibatkan perubahan pada apa yang diumumkan,
perubahan tersebut diadakan pada peta bidang-bidang tanah dan atau daftar isian
yang bersangkutan
(10) Jika usaha penyelesaian secara musyawarah untuk
mufakat tidak membawa hasil, Ketua Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah
secara sistematik dan Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara
sporadik memberitahukan secara tertulis kepada pihak yang mengajukan keberatan
agar mengajukan gugatan mengenai data fisik dan atau data yuridis yang
disengketakan di pengadilan.
(11) Setelah jangka waktu pengumuman berakhir, data fisik
dan data yuridis yang diumumkan tersebut oleh Ketua Panitia Ajudikasi dalam
pendaftaran tanah secara sistematik dan Kepala Kantor Pertanahan dalam
pendaftaran tanah secara sporadik disahkan dengan suatau berita acara yang mana
bentuknya ditetapkan oleh mentri.
(12) Jika setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman
masih ada kekuranglengkapan data fisik dan atau data yuridis yang bersangkutan
atau masih ada keberatan yang belum diselesaikan, pengesahan dilakukan dengan
catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap dan atau keberatan yang belum
diselesaikan.
(13) Berita Acara Pengesahan menjadi dasar untuk :
(a) Pembukuan hak atas tanah yang bersangkutan dalam buku
tanah
(b) Pengakuan hak atas tanah
(c) Pemberian hak atas tanah
(d) Pembukuan Hak Pembukuan Hak merupakan kegiatan
membukukan atau mencatat hak-hak atas tanah antara lain :
(1)
Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, Tanah Wakaf, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
didaftar dengan membukukannya dalam buku tanah yang memuat data yuridis dan
data fisik bidang tanah yang bersangkutan dan sepanjang ada surat ukurnya
dicatat pula dalam surat ukur tersebut.
(2)
Pembukuan dalam buku tanah serta pencatatannya dalam surat ukur merupakan bukti
bahwa hak yang bersangkutan beserta pemegang haknya dan bidang tanahnya yang
diuraikan dalam surat ukur secara hukum telah didaftar menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997.
(3)
Pembukuan hak dilakukan berdasarkan alat bukti dan berita acara pengesahan.
(4)
Atas dasar alat bukti dan berita acara pengesahan hak atas tanah bidang tanah :
(a) Yang data fisik dan data yuridisnya sudah lengkap dan
tidak ada yang disengketakan, dilakukan dalam pembukuannya dalam buku tanah.
(b) Yang data fisik atau data yuridisnya belum lengkap
dilakukan pembukuannya dalam buku tanah dengan catatan mengenai hal-hal yang
belum lengkap.
(c) Yang data fisik dan atau data yuridisnya
disengketakan tetapi tidak diajukan gugatan ke pengadilan dilakukan
pembukuannya dalam buku tanah dengan catatan mengenai adanya sengketa tersebut
dan kepada pihak yang berkeberatan diberitahukan oleh Ketua Panitia Ajudikasi
dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan Kepala Kantor Pertanahan dalam
pendaftaran tanah secara sporadik untuk mengajukan gugatan ke pengadilan
mengenai data yang disengketakan dalam waktu 60 hari dalam pendaftaran tanah
secara sistematik dan 90 hari untuk pendaftaran tanah secara sporadik dihitung
sejak disampaikannya permberitahuan tersebut.
(d) Yang data fisik dan atau data yuridisnya
disengketakan dan diajukan gugatan ke pengadilan tetapi tidak ada perintah dari
pengadilan untuk status quo dan tidak ada putusan penyitaan dari pengadilan,
dilakukan pembukuannya dalam buku tanah dengan catatan mengenai adanya sengketa
tersebut serta hal-hal yang disengketakan.
(e) Yang data fisik dan atau data yuridisnya
disengketakan dan diajukan ke pengadilan serta ada perintah untuk status quo
dan putusan penyitaan dari pengadilan, dibukukan dalam buku tanah dengan
mengosongkan nama pemegang haknya dalam hal-hal lain yang disengketakan serta
mencatat didalamnya adanya sita atau perintah status quo tersebut.
(f) Telah diperoleh penyelesaian secara damai antara
pihak-pihak yang bersengketa.
(g) Diperoleh putusan pengadilan mengenai sengketa yang
bersangkutan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan pencabutan sita
atau status quo dari pengadilan.
3)
Penerbitan Sertifikat
a) Sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak
yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar
dalam buku tanah.
b) Sertifikat hanya boleh diserahkan
kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai
pemegang hak atau kepada pihak lain yang diberi kuasa.
c) Mengenai Hak Atas Tanah atau Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun kepunyaan bersama beberapa orang atau Badan Hukum
diterbitkan satu Sertifikat, yang diterimakan kepada salah satu pemegang hak
bersama atas penunjukan tertulis para pemegang hak bersama yang lain.
d) Mengenai Hak Atas Tanah atau Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun kepunyaan bersama dapat diterbitkan Sertifikat
sebanyak jumlah pemegang hak bersama untuk diberikan kepada tiap pemegang hak
bersama yang bersangkutan, yang memuat nama serta besarnya bagian masing-masing
dari hak besama tersebut.
e) Bentuk, isi, cara pengisian dan
penandatanganan Sertifikat ditetapkan oleh mentri.
4)
Penyajian Data Fisik dan Data Yuridis
a) Dalam rangka penyajian data fisikidan data yuridis,
Kantor Pertanahan yang menyelenggarakan tata usaha pendaftaran tanah dalam
daftara umum yang terdiri dari Peta Pendaftaran. Daftar Tanah, Surat Ukur, Buku
Tanah dan Daftar Nama.
b) Bentuk, cara pengisian, penyimpanan, pemeliharaan dan
penggantia Peta Pendaftaran, Daftar Tanah, Surat Ukur, Buku Tanah dan daftar
Nama ditetapkan oleh menteri.
c) Setiap orang berkepentingan berhak
mengetahui data fisik dan data yuridis yang tersimpan dalam Peta Pendaftaran,
Daftar Tanah, Surat Ukur dan Buku Tanah.
d) Data fisik dan data yuridis yang
tercantum dalam daftar nama hanya terbuka bagi instansi pemerintah tertentu
untuk keperluan pelaksanaan tugasnya.
e) Persyaratan dana tata cara untuk
memperoleh keterangan mengenai data ditetapkan oleh mentri.
5)
Penyimpanan Daftar Umum dan Dokumen
a) Dokumen-dokumen yang merupakan alat pembuktian yang
telah digunakan sebagai dasar pendaftaran diberi tanda pengenal dan disimpan di
Kantor Pertanahan setempat atau ditempat lain yang ditetapkan oleh mentri,
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari daftar umum.
b) Peta Pendaftaran, Daftar Tanah, Surat Ukur, Buku
Tanah, Daftar Nama dan Dokumen-dokumen harus tetap berada di Kantor Pertanahan
setempat atau ditempat lain yang ditetapkan oleh mentri.
c) Dengan izin tertulis dari mentri atau pejabat yang
ditunjuk dapat diberikan salinan dokumen kepada instansi lain yang memerlukan
untuk pelaksanaan tugasnya.
d) Atas perintah pengadilan yang sedang mengadili suatu
perkara, asli dokumen dibawa oleh Kepala Kantor Pertanahan setempat atau
pejabat yang ditunjuk ke sidang pengadilan tersebut untuk diperlihatkan kepada
Majelis Hakim dan para pihak yang bersangkutan.
e) Secara bertahap data pendaftaran tanah disimpan dan
disajikan dengan menggunakan peralatan elektronik dan mikro film.
f) Rekaman dokumen yang dihasilkan alat elektronik dan
mikro film mempunyai kekuatan pembuktian sesudah ditandatangani dan dibubuhi
cap dinas dari Kantor Pertanahan setempat.
g) Bentuk, cara penyimpanan, penyajian dan penghapusan
dokumen-dokumen, demikian juga cara penyimpanan dan penyajian data pendaftaran
tanah dengan alat elektronik dan mikro film ditetapkan oleh menteri.
C.
Penyelenggaraan dan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997
Pasal 5 dan Pasal 6 pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan
Nasional.
Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah dilakukan
oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh
peraturan pemerintah ini atau perundang-undangan yang bersangkutan ditugaskan
kepada pejabat lain. Dalam melaksanakan pendaftaran tanah Kepala Kantor
Pertanahan dibantu oleh pejabat pembuat akte tanah PPAT dan pejabat lain yang
ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut peraturan Pemerintah
ini dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
Penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam
garis besar meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan
pemeliharaan data pendaftaran tanah (dalam PP Nomor 10 tahun 1961). Kedua hal
tersebut sama pentingnya karena kekurang perhatian terhadap salah satu dari
keduanya akan mendatangkan hal-hal yang tidak diharapkan dikemudian hari.
Pelaksanaan pendaftaran tanah dilaksanakan secara
bertahap mulai dari pengumpulan dan pengolahan data fisik sampai dengan
penyimpanan daftar umum dan dokumen. Dalam Pasal 12 ayat 1 Peraturan Pemerintah
nomor 24 tahun 1997 di jelaskan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan dalam
proses pendaftaran tanah yaitu
a. Pengumpulan dan pengolahan data fisik, meliputi :
1)
Pembuatan peta dasar pendaftaran
2)
Penetapan batas bidang-bidang tanah
3)
Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembutan peta pendaftaran
4)
Pembuatan surat ukur.[4]
b. Pembuktian hak dan pembukuannya, meliputi :
1)
Pembuktian hak baru
2)
Pembuktian hak lama
3)
Pembukuan hak. [5]
c. Penerbitan sertifikat
Sertifikat
diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data
fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah.[6]
d. Penyajian data fisik dan data yuridis. Dalam rangka
penyajian data fisik dan data yuridis, Kantor Pertanahan menyelenggarakan tata
usaha pendaftaran tanah dalam daftar umum yang terdiri dari :
1) Peta pendaftaran
2) Daftar tanah
3) Surat ukur
4) Buku tanah
5) Daftar nama[7]
e. Penyimpanan daftar umum dan dokumen
Dokumen-dokumen yang merupakan alat pembuktian yang telah
digunakan sebagai dasar pendaftaran diberi tanda pengenal dan disimpan di
Kantor Pertanahan yang bersangkutan atau tempat lain yang ditetapkan oleh
mentri, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari daftar umum. [8]
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang dan pembahasan di atas, maka makalah ini
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Pendaftaran
pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan
pendaftaran tanah secara sporadik.
2.
Proses
Pendaftaran Pertama Kali dimulai dari :
a. Pengumpulan dan pengolahan data
fisik
b. Pembuktian hak dan pembukuannya
c. Penerbitan
sertifikat
d. Penyajian data fisik dan data
yuridis
e. Penyimpanan
daftar umum dan dokumen
3.
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 Pasal 5 dan Pasal 6 pendaftaran tanah
diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional. Pelaksanaan pendaftaran tanah dilaksanakan
secara bertahap mulai dari pengumpulan dan pengolahan data fisik sampai dengan
penyimpanan daftar umum dan dokumen.
B. Saran
Seharusnya strategi
pembangunan hukum agraria nasional dapat menampung aspirasi masyarakat hukum
adat. Antara lain :
a.
Agar pemasyarakat UUPA terus dilakukan
sehingga masyarakat mengetahui secara baik tentang peraturan pertanahan. Bahkan
UUPA yang sekarang sepertinya sudah sangat ketinggalan zaman juga perlu
diadakan penyesuaian.
b.
Dengan berlakunya PP No. 24 Tahun 1997
hendaknya pendaftaran tanah di Indonesia bukan diutamakan di daerah perkotaan
tetapi pendaftaran hendaknya dilakukan di desa terutama desa tingkat ekonomi
lemah.
DAFTAR
PUSTAKA
A.P.
Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di
Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1990.
Harsono,
Boedi, Hukum Agraria Indonesia,
Djambatan, Jakarta, 2007.
Indonesia,
Undang-Undang Tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, UU No. 5,
LNRI 1979-56, TLNRI No. 3153.
Indonesia,
Peraturan Pemerintah Tentang Pendaftaran
Tanah, PP No. 24 LNRI 1961
No. 28, TLNRI No. 2171.
www.gerfas.co.nr
Tidak ada komentar:
Posting Komentar