Graham sendiri tidak luput dari depresi besar tahun 1929 yang menyebabkan dana investasi nasabah yang dikelolanya ikut terseret bersama dengan investor lain. Berangkat dari sinilah Graham mulai meletakkan dasar-dasar filosofi investasinya yang bersifat konservatif dan bertujuan untuk melindungi keamanan modal. Kenyataan membuktikan bahwa Graham hanya membutuhkan waktu lima tahun untuk mengembalikan modal nasabahnya sementara DJIA membutuhkan waktu 25 tahun untuk kembali ke level sebelum depresi besar terjadi. Tentu saja ini membuat nama Graham semakin bersinar dan mendapatkan penghormatan atas integritasnya sebagai fund manager. Salah satu muridnya yang bahkan dapat jauh melebihi track recordnya tak lain adalah Warren Buffett yang merupakan orang terkaya ke-2 di dunia sebagai hasil dari investasi. Oleh karena itu, tentulah akan sangat menarik untuk mencoba menerapkan strategi investasi Ben Graham. Walaupun untuk dapat secara akurat menerapkannya membutuhkan waktu dan usaha yang cukup besar, namun konsep-konsep dasar mengenai cara melakukan screening saham dan valuasi dari Graham bisa kita terapkan karena cukup sederhana.
Tulisan ini akan dipecah menjadi dua bagian. Bagian pertama akan membahas mengenai strategi untuk melakukan screening saham-saham yang layak untuk menjadi sarana investasi kita. Yang dimaksud dengan screening adalah seperti ’menyaring’. Kita akan mencoba menyaring saham-saham yang memenuhi kriteria investasi Graham. Tentu saja, penyaringan tersebut bertujuan mencari saham-saham yang berfundamental kuat sehingga investasi kita tidak akan bersifat spekulatif. Tulisan pada bagian kedua akan membahas bagaimana cara melakukan valuasi saham. Jika pada tulisan sebelumnya telah dipaparkan bagaimana cara menentukan harga wajar saham a la Buffett, maka kali ini kita akan mencoba melakukan valuasi menggunakan metode dari gurunya, yaitu Benjamin Graham. Prinsip-prinsip investasi Ben Graham dituangkan pada kedua bukunya yang sangat legendaris, yaitu Intellegent Investor dan Security Analysis. Konsep screening Graham sendiri dengan sangat bagus telah dirangkum oleh John P. Reese dan Jack M. Forehand dalam bukunya: ‘The Guru Investor’. Rangkuman tersebut akan dipaparkan pada tulisan bagian pertama ini.
Strategi Graham dalam Memilih Saham
- Sektor.
Graham secara pribadi tidak berinvestasi pada saham-saham teknologi.
Oleh karena itu, kriteria pertama kita adalah sebagai berikut:
Sektor
Seluruh saham kecuali saham teknologi ≥ Pilih
Saham-saham teknologi < Buang - Revenue. Untuk mengurangi risiko, Graham menginginkan
perusahaan yang cukup besar karena kinerjanya cenderung lebih stabil,
memiliki aset yang lebih besar, dan jarang memberikan kejutan-kejutan
yang tidak mengenakkan. Graham merekomendasikan untuk berinvestasi pada
perusahaan dengan revenue tahunan minimal $50 juta atau untuk kondisi
saat ini setara dengan $340 juta.
Komentar: Kondisi di bursa saham AS berbeda dengan bursa saham Indonesia (BEI). Kapitalisasi pasar NYSE (New York Stock Exchange) adalah sekitar $28.5 triliun dengan jumlah perusahaan terdaftar sebanyak 2,773. Artinya, kapitalisasi pasar rata-rata perusahaan di NYSE adalah $10.3 miliar. BEI sendiri memiliki kapitalisasi pasar sebesar $233 miliar (dengan asumsi kurs USD/IDR 9200) dengan 405 perusahaan yang terdaftar. Berdasarkan hal tersebut, kapitalisasi pasar rata-rata perusahaan di BEI adalah $576 juta. Dengan membandingkan kapitalisasi rata-rata perusahaan di BEI terhadap NYSE, maka revenue minimal untuk penyesuaian kriteria Graham untuk BEI adalah sebesar ($576 juta/$10.3 miliar) x $340 juta, atau sekitar $19 juta. Jika kita nyatakan dalam Rupiah, nilai tersebut setara dengan Rp 175 miliar. Dengan demikian kriteria kedua kita adalah:
Revenue:
≥ Rp 175 miliar → Pilih
< Rp 175 miliar → Buang - Current Ratio. Graham menyukai perusahaan dengan likuiditas yang
tinggi sehingga risiko terkena permasalahan keuangan menjadi semakin
kecil. Salah satu parameter yang bisa digunakan untuk mengukur tingkat
likuiditas adalah current ratio (current assets / current liabilities).
Maka kriteria ketiga adalah:
Current Ratio
Current Ratio ≥ 2 → Pilih
Current ratio < 2 dan perusahaan adalah perusahaan utilitas atau telekomunikasi → Pilih
Current ratio < 2 untuk perusahaan selain itu → Buang - Utang Jangka Panjang tehadap Net Current Assets. Graham tidak
menyukai perusahaan yang utangnya terlalu besar. Yang dimaksud dengan
net current assets adalah current asset dikurangi dengan current
liabilities atau biasa disebut juga dengan working capital (modal
kerja). Kita harus memastikan bahwa jika saat ini juga aset suatu
perusahaan dilikuidasi, perusahaan tersebut mampu untuk membayar utang
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan demikian kriteria kita
selanjutnya:
Utang Jangka Panjang / Net Current Assets
Utang Jangka Panjang ≥ Net Current Assets → Pilih
Utang Jangka Panjang < Net Current Assets → Buang - Pertumbuhan EPS Jangka Panjang. Walaupun Graham adalah
pelopor value investing namun growth tetap berperan penting dalam
pemilihan sahamnya. Berbeda dengan growth investing, Graham menggunakan
pertumbuhan EPS (Earning per Share) masa lalu untuk memperkirakan
pertumbuhan EPS di masa datang. Dengan kata lain, Graham menggunakan
pertumbuhan EPS sebagai indikator kestabilan keuangan suatu perusahaan.
Graham menggunakan data selama 10 tahun ke belakang sebagai acuan. Untuk
lebih memastikan, Graham membandingkan EPS rata-rata selama 3 tahun
pada akhir dari periode 10 tahun tersebut dengan EPS rata-rata selama 3
tahun pada awal dari periode 10 tahun tersebut. Dengan demikian:
Pertumbuhan EPS Jangka Panjang (10 tahun ke belakang)
≥ 30% dan tidak ada EPS yang negatif selama 5 tahun terakhir → Pilih
< 30% → Buang
≥ 30% dan ada EPS yang negatif selama 5 tahun terakhir → Buang - P/E Ratio (Price to Earning Ratio). Rasio ini digunakan
Graham untuk membandingkan harga wajar suatu saham terhadap harga yang
diberikan oleh pasar. Graham menggunakan P/E ratio rata-rata selama 3
tahun terakhir. Oleh karena itu kriteria berikutnya adalah:
P/E Ratio
P/E ratio ≤ 15 → Pilih
P/E ratio > 15 → Buang - P/BV Ratio (Price to Book Ratio). Rasio lain yang digunakan
untuk membandingkan harga wajar saham dengan harga di pasar adalah P/BV
ratio. Graham berpendapat bahwa perkalian antara P/BV ratio dengan P/E
ratio tidak boleh melebihi 22. Dengan demikian:
P/BV Ratio
P/BV x P/E ≤ 22 → Pilih
P/BV x P/E > 22 → Buang - Total D/E Ratio (Debt to Equity Ratio). Secara umum, total
utang perusahaan baik jangka pendek maupun jangka panjang tidak boleh
melebihi nilai ekuitasnya. Untuk perusahaan utilitas, telekomunikasi,
dan jalan raya yang perlu diperhatikan adalah Long Term Debt to Equity
Ratio saja karena adanya earning power. Maka:
Total D/E Ratio
D/E Ratio ≤ 100% → Pilih
Perusahaan utilitas, telekomunikasi, atau jalan raya LTD/E ≤ 100% → Pilih
D/E Ratio > 100% → Buang
Perusahaan utilitas, telekomunikasi, atau jalan raya LTD/E > 100% → Buang - Konsistensi Pembayaran Dividen. Graham sangat menyukai perusahaan yang membayarkan dividen secara terus-menerus selama 20 tahun terakhir berapapun jumlahnya.
Komentar: Saat ini sudah sangat jarang perusahaan yang sangat konsisten membayarkan dividen. Perusahaan bisa saja tidak memberikan dividen namun mempergunakan labanya untuk keperluan ekpansi atau buyback sahamnya. Oleh karena itu saya pribadi tidak menjadikan kriteria ini sebagai suatu keharusan.
Kesembilan kriteria tersebut merupakan strategi Ben Graham untuk memilih suatu saham. Tentu saja untuk tahap selanjutnya kita juga harus mengetahui harga wajar dari suatu saham. Cara untuk mengetahuinya adalah dengan melakukan valuasi.
Pada bagian kedua dari tulisan ini akan dipaparkan bagaimana cara Graham untuk melakukan valuasi saham. Kita juga akan mencoba untuk melakukan studi kasus pada beberapa saham, baik screening maupun valuasinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar