Sudah terlalu banyak bukti bahwa kecerdasan intelektual saja tidak cukup membuat seorang investor saham menjadi lebih pakar. Pada Tahun 1998, Long Term Capital Managemen L.P., sebuah perusahaan hedge fund yang dikelola oleh sepasukan ahli matematika, ilmuwan komputer, dan dua ekonom pemegang hadiah nobel, dengan tertunduk kehilangan lebih dari 2 miliar dollar dalam hitungan minggu pada sebuah pertarungan besar bahwa pasar obligasi akan segera kembali normal. Namun, pasar obligasi terus-menerus menjadi semakin dan semakin abnormal dan LCTM telah berhutang begitu besar sehingga kejatuhannya hampir menjungkirbalikkan sistem keuangan global.
Contoh
nyata berikutnya, ketika musim semi tahun 1720, Sir Isaac Newton
memiliki saham South Sea Company, saham yang paling hot di Inggris pada
masa itu. Begitu melihat gejala pasar mulai tidak terkendali, sang
ilmuan besar itu berkata bahwa ia "bisa menghitung gerakan
benda-benda langit, tetapi ia tidak bisa mengalkulasi kegilaan orang".
Newton memilih melepas saham South Sea-nya dan mendulang cuan 100%,
yaitu sebesar 7.000 pound sterling. Namun hanya dalam beberapa bulan
kemudian, sang mastro tersebut tergoda dan terhanyut oleh arus deras
euforia pasar, Isaac Newton terjun kembali ke dalam pasar ketika harga
sudah jauh lebih tinggi. Dan rugi 20.000 pound sterling. Sampai akhir
hidupnya, ia melarang siapapun untuk menyebut kata "South Sea" di
dekatnya [kerapuhan emosi tampak nyata di sini, sahammya yang disalahkan].
Sir Isaac Newton adalah salah satu orang jenius yang pernah hidup
di muka bumi, sebagaimana definisi kejeniusan menurut sebagian besar
dari kita. Namun dalam pengertian Benjamin Graham, Newton sama sekali
tidak mendekati pinter, apalagi jenius sebagai investor. Dengan
membiarkan hirukpikuk pasar menunggangi penilaiannya sendiri, ilmuan
besar tersebut bertindak layaknya seorang spekulan saham dan sangat
oportunitik.
Singkatnya,
jika kita gagal berinvestasi di pasar saham sampai saat ini, itu bukan
karena kita kurang cerdas. Seperti Sir Isaac Newton, itu karena kita
belum memiliki bangunan fundamental investasi dan belum mempunyai
pemahaman yang baik tentang pasar beserta segala perilakunya. Perlu
secara serius membangun kecerdasan rasio-emosional dan menolak untuk
mengikuti level keliaran pasar. Pada akhirnya kita akan disadarkan oleh
sebuah kenyataan, bahwa menjadi InvestorPemenang adalah persoalan
kecerdasan nalar dan emosional, bukan kecerdasan intelektual dan
penguasaan segudang teori analisis. Membangun harusnya dari fondasi
bukan dari kerangka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar