1.
Latar
belakang timbulnya Filsafat Hukum, didorong dari fitrah manusia untuk berfikir
yang pada umumnya disebabkan karena ada hakekat soal tentang alam, baik yang
ada dalam diri, maupun yang berada di luar diri manusia. Pada umumnya
persoalan-persoalan itu timbul dari manusia dan oleh sebab itu ia memerlukan
filsafat bagi kehidupannya. Setiap manusia harus membuat keputusan dan
tindakan. Manakala seseorang hendak mengambil tindakan dan keputusan yang
tepat, ia memerlukan filsafat. Dalam hal
yang dipersoalkan adalah Hukum, maka persoalan hukum tersebut menyangkut tiga
objek yaitu : Manusia, Tuhan dan Jagad
Raya.
Di
antara tiga objek itu yang memegang peranan ialah manusia, karena manusia
memerlukan dan menjalankan hukum, sedangkan Tuhan dan Jagad Raya telah
mempunyai ketentuan-ketentuan atau undang-undang sendiri yang tidak
berubah-ubah dan berada di luar ketentuan
manusia. Dengan tidak adanya perubahan undang-undang Tuhan dan Jagad
Raya, manusia dapat menarik pelajaran dari padanya, karena hukum bagi manusia
merupakan faktor yang penting bagi kehidupannya.
2.
Hukum
menurut ilmu hukum.
Adanya bermacam-macam definisi mengenai apa
itu hukum, menunjukkan bahwa sulit atau bahkan tak mungkin memberikan definisi
yang bisa diterima oleh semua ahli/pakar hukum. Namun ada beberapa ahli yang
mengemukakan definisi hukum. Berdasarkan definisi tentang hukum dari para ahli
tersebut, kita dapat menyimpulkan tentang hukum dari unsur dan cirri hukum.
Unsur-unsur hukum adalah :
a)
Peraturan
mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
b)
Peraturan
itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
c)
Peraturan
itu bersifat memaksa.
d)
Sanksi
terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Untuk dapat mengenal hukum itu kita harus
mengenal ciri-ciri hukum, yaitu :
a)
Adanya
perintah dan/atau larangan.
b)
Perintah
dan/atau larangan itu harus ditaati setiap orang.
3.
Soal Apa Hukum Itu sampai hari ini para ahli hukum
belum lagi memperoleh kata sepakat tentang batas arti hukum. Ketiadaan
kesepakatan definisi hukum disebabkan karena daerah hukum itu sangat luas dan
rumit. Prof. DR. Hazairin, S.H.
mempunyai paham yang dianut oleh beliau, adalah sebagai berikut :
“Karena saya tidak memakai definisi maka saya
cuma menunjuk saja kepada perincian isinya menurut analisa. Isinya itu hanya
tiga perkara : pertama kewenangan, kedua kewajiban beserta imbalannya, dan
ketiga larangan. Kewenangan ialah kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk
melakukan perbuatan, seperti kesempatan untuk membeli, untuk menjual, dsb. Asal
dapat memenuhi syarat-syarat yang diperlukan. Kesempatan sedemikian itu dapat
juga dinamakan “hak terbuka”.
Jika telah dipenuhi semua syarat-syarat yang
diperlukan maka “hak terbuka” itu menjelma menjadi hak yang sesungguhnya, yaitu
hak yang berimbalan kewajiban. Sebagai contoh jika sudah dibayar harga karcis
untuk menonton bioskop barulah ada hak bagi yang punya karcis untuk duduk di
sebuah kursi kelas III dalam gedung bioskop itu dan sebagai imbalan hak orang yang
berkarcis itu ialah kewajiban bagi si punya bioskop untuk memutar film yang
telah dijanjikannya untuk ditontonkan.
Jika kewenangan, hak dan kewajiban selalu
berkenaan dengan perbuatan-perbuatan yang bernilai baik maka di dalam hukum
dijumpai pula larangan-larangan yang selalu berkenaan dengan
perbuatan-perbuatan yang bernilai buruk. Perbuatan-perbuatan buruk disebut
pelanggaran-pelanggaran atau kejahatan-kejahatan terhadap hak dan kewajiban di
satu pihak dan pihak lain terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat sebagai
kesatuan hidup bersama seperti pelanggaran-pelanggaran terhadap ketenangan dan
ketentraman hidup dan pelanggaran-pelanggaran terhadap kesejahteraan,
kesentosaan, dan ketertiban umum.”
4.
Hukum
bukanlah sebuah benda (objek) yang mempunyai dimensi yang pasti. Hukum tidak
dapat dilihat, tetapi harus dirasakan. Tidak ada satupun pernyataan mengenai
hukum berkenaan dengan sebuah hal tertentu sekaligus seluruhnya akurat. Yang
terbaik yang dapat dilakukan orang ialah menunjukkan apa yang telah terjadi pada
waktu yang telah lampau dan meramal hari esok.
5.
Perbedaan
kategori hukum Romawi dan kategori hokum Islam
a.
Hukum Romawi
hanya mempunyai tiga kategori, yaitu :
1)
Imperare
sama dengan wajib;
2)
Prohibere
sama dengan haram;
3)
Permittere
sama dengan jaiz.
b.
Kategori hukum
menurut ulama-ulama bangsa Arab, berdasarkan kitab suci Al-Quran, yang diberi
nama Al-Ahkam al-khamsah (kaedah yang lima). Berdasarakan penilaian baik dan
buruk yang diambil dari Al-Quran, maka diperoleh lima kategori, yaitu : a) Wajib; b) Haram; c) Jaiz; d) Sunnah; e)
Makruh.
6.
Norma-norma
yang wajib dipegang teguh oleh setiap yang tergolong dalam profesi Pengembala
Hukum yaitu norma-norma kemanusiaan,
keadilan, kepatutan dan kejujuran.
7.
Pendapat
para ahli hukum tentang keadilan yang merupakan tujuan dari hukum.
a.
Aristoteles
berpendapat, bahwa ada hubungan antara hukum dan keadilan. Untuk menegakkan
keadilan perlu adanya hukum. Maka hukum adalah alat bagi keadilan. Baik
keadilan maupun hukum menyangkut pautkan keadaan kesusilaan, karena tanpa
adanya kesusilaan tidaklah mungkin terdapat keadilan dan hukum. Tetapi
diketahui bahwa kesusilaan itu menyangkut kejiwaan manusia dan kejiwaan manusia
bertaut dengan yang ghaib dan persoalan yang ghaib menyangkut bidang agama.
Dengan keterangan di atas, maka tidak dapatlah dikatakan bahwa keadilan itu adalah tujuan dari hukum,
sebagaimana pendapat teori Etika yang berasal dari Aristoteles.
b.
Menurut Ulpianus, pada definisi tentang
keadilan dapat dijumpai tiga unsur, yaitu : a) Unsur kemuliaan (Honeste Vivere); b) Unsur kewaspadaan
atas tindakan-tindakan jahat dan liar (Alterum
non laedere); c) Unsur saling menjaga hak (Suum cuique tribuere). Ketiga unsur tersebut adalah ketentuan bagi
tingkah laku manusia, dan sebagai landasan bagi peraturan kesusilaan dan tertib
kesusilaan, serta bagi hukum itu sendiri.
c.
Dalam Al Qur’an banyak sekali dijumpai
istilah adil. Dari segi bahasa keadilan itu berasal dari bahasa Arab
al-‘adalah, yang artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya dan definisi
keadilan menurut istilah : Melaksanakan hak
pada yang mempunyai hak.
8.
Letak dan
fungsi hukum dalam struktur manusia.
















Hukum

Sarana/kelengkapan manusia Cultural (Produk dari
sarana) Alat Nilai yang
Penyaring akan dicapai
Dilihat dari skema di atas, pendapat yang
menyatakan bahwa hukum adalah hati nurani manusia adalah benar.
9.
Essensialitas
hukum dapat terlihat dari fungsi-fungsi hukum, yaitu :
a.
Menciptakan ketertiban,
Kehidupan yang bagaimanakah yang
akan dihayati kalau setiap orang mempunyai kebebasan penuh untuk
berbuat/bertindak sesuka hatinya, maka akan kacau-balau (chaos). Maka oleh
sebab itu harus ada pengendalian, baik yang dibebankan oleh diri sendiri maupun
yang dibebankan oleh pihak luar.
b.
Menyelesaikan
perselisihan-perselisihan,
Satu-satunya pemecahan yang layak
ialah yang didikte oleh undang-undang/hukum masyarakat itu. Harus ada beberapa
garis pedoman yang dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menentukan segi-segi
baik dari tuntutan-tuntutan yang semacam itu.
c.
Memberikan
perlindungan (proteksi).
Pada dasarnya harus diusahakan oleh manusia
untuk dicapai adalah, kebebasan dari gangguan-gangguan terhadap dirinya yang
datang dari luar. Kebebasan-kebebasan seperti itu merupakan konsep-konsep yang
sangat membutuhkan pengakuan, dan pengakuan tersebut terdapat dalam hukum
(undang-undang) yang kekuatannya memberikan proteksi.
10.
Hukum itu
timbul dari kesadaran manusia, yang memiliki kecenderungan (Tendens).
Kecenderungan dibagi 3, yaitu : a)
Tendens individualistis; b) Tendens kolektivistis; c) Tendens orde. Hukum
berpangkal pada Tendens Orde, yang
berarti hukum merupakan norma agenda atau norma untuk berbuat/bertindak dalam
hidup bermasyarakat.
11.
Dalam hukum,
ada dua nilai yang harus diserasikan yaitu kebebasan dan ketertiban. Sebab
kebebasan tanpa ketertiban adalah anarki,
sedangkan ketertiban tanpa kebebasan adalah diktator/otoriter.
Dalam hukum istilah kebebasan disebut kesebandingan
(hukum) yang mewakili kepentingan pribadi, sedangkan ketertiban disebut kepastian (hukum) yang mewakili
kepentingan antar pribadi. Keserasian yang merupakan bahasa sehari-hari secara
etis disebut keadilan dan secara
sosiologis disebut kedamaian. Adanya keadilan dan kedamaian dalam hidup
masyarakat bergantung pada kesadaran dari warga masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar